ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH

Jumat, 18 Desember 2009

Birrul Walidain

Berbakti kepada orangtua
Kalam Asy-Syeikh Jasiem Al-Muthawi'

Ini adalah bentuk ibadah yang menjadikan seseorang berlomba-lomba mendahului yang lainnya dalam sibaq (berlomba-lomba dalam amal). Hanya saja pada era moderen ini jarang sekali dilakukan, yakni ibadah "memijit kaki ibu" dengan niat birrul walidain (berbakti kepada orangtua). Yang menemukan ibadah model ini adalah Muhammad bin Al-Munkadir. Beliau berkata, "Semalam aku mencium kaki ibu, malam itu pula pamanku shalat. Alangkah indahnya malamnya dengan malamku."
Bentuk ibadah semacam itulah yang menempatkan seseorang selalu di barisan terdepan, karena disana ada keutamaan berbakti kepada orangtua (birrul walidain) serta kedudukannya yang tinggi dalam syariat Islam. Ia lebih berat timbangannya daripada shalat di malam hari dan puasa di siang hari. Bahkan Imam Hasan Al-Bashri mengatakan, "Tidak ada yang menyamai birrul walidain dari ibadah sunnah, tidak juga haji maupun jihad."

Karenanya barangsiapa duduk bercengkerama bersama kedua orangtua dengan penuh keakraban dan sopan-santun hingga membuatnya gembira dengan maksud birrul walidain, maka baginya pahala yang besar di sisi Allah swt. Oleh karenanya, cinta dan berbuat baik kepada kedua orangtua adalah termasuk jalan pintas yang menghubungkan ke surga.. Bahkan keberadaan kedua orangtua bagi sang anak adalah identik dengan salah satu pintu surga yang ada di bumi. Maka barangsiapa ingin dan berlomba masuk surga, ia harus berperilaku baik terhadap pintu tersebut. Itulah sebabnya Iyas bin Mu'awiyah menangis tatkala sang ibu tercinta meninggal.. Ada yang bertanya kepadanya mengapa ia menangis, dijawab olehnya, "Dulu aku punya dua pintu yang terbuka menuju surga, kini salah satu dari pintu itu tertutup."

Sidang pembaca yang mulia, berusahalah agar tidak tidur barang semalam saja jika salah seorang dari kedua orangtua Anda sedang marah, khususnya ibu. Berusahalah untuk membangkitkan kebahagiaannya dan ciptakan suasana yang selalu menggembirakan beliau. Janganlah Anda masuk ke dalam rumah dengan tangan hampa, akan tetapi persembahkanlah kepada keduanya bentuk-bentuk pemberian atau hadiah dan perhatikan apa yang dibutuhkannya.

Diantara bentuk birrul walidain yang dilakukan oleh Thalq bin Hudaib, salah seorang tabi'in adalah selalu mencium kening ibunya. Beliau tidak berjalan di tempat yang lebih tinggi, sementara sang ibu ada di bawah.

Oleh karena itu, birrul walidain adalah pintu yang agung. Maka berusahalah Anda untuk memasukinya setiap hari sebelum pintu itu tertutup. Berlombalah dengan hati dan perasaan Anda untuk berbuat baik terhadap keduanya.

Janganlah dan jangan sampai Anda durhaka kepada kedua orangtua. Andaikata itu sudah terlanjur Anda lakukan, maka segeralah bertobat dan mohon ampun sebagaimana dilakukan oleh Ibnu 'Awanah. Suatu hari beliau berbuat durhaka kepada orangtuanya. Untuk menebus kesalahan tersebut Ibnu 'Awanah memerdekakan dua orang budak. Beliau berkata, "Suatu hari ibu memanggilku. Kemudian aku menjawabnya, namun saat itu suaraku lebih tinggi (keras) dari suara ibu. Maka seketika itu pula aku memerdekakan dua orang budak."

Wassalamualaikum wr wb.

Selengkapnya...

Khairunnas anfa'uhum linnas

Ternyata, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Khairunnas anfa’uhum linnas", "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauh mana nilai manfaat diri ini? Istilah Emha Ainun Nadjib-nya, tanyakanlah pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makruh, atau malah manusia haram?

Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya sangat dirindukan, sangat bermamfat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. . Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.

Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya..

Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.

Orang yang sunah, keberadaannya bermamfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.

Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa mamfaat, tidak juga membawa mudharat..

Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.

Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor, perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.

Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat mamfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?

Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya mamfaat tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh, harus bertanya, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?

Wallahu a'lam.

Wassalamualaikum wr wb.

Selengkapnya...

FADHILAH MENANGIS ASBAB TAKUT PADA ALLAH SWT

Diceritakan bahwa pada hari kiamat nanti, akan didatangkan neraka jahanam dengan mengeluarkan suaranya, suara nyalaan api yang sangat menggerinkan, semua umat ketakutan menghadapinya.

Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud, "Kamu lihat (pada hari itu) setiap umat berlutut (yakni merangkak pada lututnya). Tiap-tiap umat diseru kepada buku amalannya. (Dikatakan kepadanya) Pada hari ini kamu dibalasi menurut apa-apa yang telah kau kerjakan."(Surah al-Jatsiyah ayat 28).

Pada waktu itu, akan berkata setiap orang hingga Nabi-nabi dengan ucapan, "Diriku, diriku (selamatkanlah diriku Ya Allah) kecuali hanya seorang Nabi sahaja yang akan berkata, "Umatku, umatku,"

Beliau ialah junjungan besar kita Nabi Muhammad S.A.W. Pada masa itu akan keluarlah api neraka jahim seperti gunung-ganang, umat nabi Muhammad berusaha menghalangi dengan berkata, "Wahai api! Demi hak orang-orang yang sholat, demi hak orang-orang yang ahli sedekah,
demi hak orang yang berpuasa, kembalilah engkau ."

Walaupun dikata demikian, api neraka itu tetap tidak mau kembali, lalu Malaikat Jibrail berkata, "Sesungguhnya api neraka itu menuju kepada umat Nabi Muhammad S.A.W." Kemudian Jibrail membawa semangkuk air dan berkata, "Wahai Rasulullah, ambillah air ini dan siramkan padanya." Lalu baginda mengambil dan menyiramkan pada api itu, maka padamlah api itu.

Setelah itu Rasulullah S.A.W. pun bertanya kepada Jibrail A.S., "Wahai Jibrail! Air apakah itu?" Maka Jibrail berkata, "Itulah air mata orang durhaka di kalangan umatmu yang menangis karena takut kepada Allah S.W.T. Sekarang aku diperintahkan untuk memberikannya kepadamu agar engkau menyiramkan pada api itu." Maka padamlah api itu dengan izin Allah S.W.T.

Telah bersabda Rasulullah S.A.W., "Ya Allah, anugerahilah kepada kami dua buah mata yang menangis karena takut kepada-Mu."


Selengkapnya...

Dokumentasi Isra Mi'raj 1429 H